Blitar, Jawa Timur, suarajatimonline – Tambang sedot pasir mekanik milik Zaenal di Sumber Nanas, Blitar, masih beroperasi bebas meski telah menyebabkan kerusakan lingkungan dan mengganggu aktivitas masyarakat sekitar. Dugaan pembiaran oleh Aparat Penegak Hukum (APH) semakin menguat, terutama setelah masyarakat berulang kali melaporkan kegiatan tambang tersebut namun tak ada tindakan nyata.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, setiap aktivitas yang menyebabkan pencemaran atau perusakan lingkungan dapat dikenai sanksi pidana. Pasal 98 ayat (1) UU tersebut secara tegas menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan perusakan lingkungan hidup dapat dipidana dengan penjara paling lama 10 tahun dan denda hingga Rp10 miliar.
Selain itu, aktivitas pertambangan tanpa izin juga melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pasal 158 UU tersebut menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan usaha pertambangan tanpa izin dapat dipidana dengan hukuman penjara maksimal 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.
Salah satu warga yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan kekecewaannya terhadap sikap APH yang dinilai tidak tegas dalam menindak pelanggaran tersebut.
"Kami sudah melapor berulang kali, tapi tambang ini tetap beroperasi. Apakah ini karena ada backing kuat di belakangnya? Jika hukum benar-benar berlaku, seharusnya sudah ada tindakan tegas," ujarnya.
Masyarakat semakin curiga adanya dugaan kolusi atau permainan di balik tetap beroperasinya tambang milik Zaenal ini. Oleh karena itu, mereka mendesak pihak berwenang untuk segera turun tangan dan memberikan sanksi tegas sesuai aturan hukum yang berlaku.
Apakah tambang ilegal ini akan terus dibiarkan? Apakah ada oknum yang bermain di balik layar? Jawaban atas pertanyaan ini kini berada di tangan penegak hukum.(Red.A)
0 Comments